~ PROLOG ~
Hari ini merupakan pertama kali aku bertemu dengan Sonja. Sonja
merupakan kenalan dari kerabat jauh yang masih duduk di bangku sekolah
menengah atas, walau aku tidak tau kelas berapa dia pastinya. Dia merupakan
gadis yang ceria, selalu tertawa dan selalu membicarakan hal yang tidak begitu
penting selayaknya gadis cerewet lain seumuranya dan bisa dibilang dia hampir
tidak pernah membiarkan mulutnya tertutup. Hari ini dia membawa sebuah ransel
yang terlihat cukup besar, aku tidak tau apa saja yang dibawanya, jika
tebakanku benar, kemungkinan apa yang dibawanya bukanlah termasuk hal hal yang
penting.
Sonja memiliki
perawakan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata rata tinggi wanita di
indonesia, mungkin sekitar 165-168 cm. Tubuhnya cukup langsing, walau memang belum
berbentuk selayaknya seorang wanita dewasa. Aku melihatnya sih jauh lebih
seperti badan seorang anak anak. Jari jarinya panjang dan lentik. Namun dia
tetep memperhatikan kuku jarinya yang masih terlihat rapi, tidak seperti anak2
lain seumuranya yang memanjangkan kuku dan mewarnainya. Sonja memiliki rambut
yang lurus dan cukup Panjang, mencapai setengah punggungnya dan hari ini dia
mengikatnya dengan model ekor kuda. Dia tidak memiliki tatanan poni kedepan seperti
kebanyakan anak2 SMA lainya, rambutnya terbelah tengah menjadi 2 bagian ke kiri
dan ke kanan yang memang sepertinya ini merupakan bentuk jalur aslinya
rambutnya, bahkan bangun tidur pun tanpa perlu menyisir rambut memang sudah
begitu bentuknya. Yang artinya sepertinya dia tidak begitu memperhatikan bentuk
rambutnya sendiri. Namun hal inilah yang membuat dia terlihat natural, sesuai
dengan usianya dan aku pribadi suka melihat gaya rambut natural seperti itu.
Aku tidak tau
bagaimana awalnya, kami memiliki sesuatu yang harus kami selesaikan bersama,
itulah mengapa aku sekarang melakukan perjalanan bersamanya. Aku dan Sonja melakukan
perjalanan dari tempat satu ke tempat lainya. Sepanjang perjalanan dia selalu
bercerita bahwa dia melakukan perjalanan ini karena terpaksa dan sama sekali
tidak ada keinginan melakukan perjalanan denganku. Walaupun begitu bukan
berarti dia sepenuhnya cuek terhadapku, terkadang dia menceritakan tentang diri
dan kehidupanya dengan sesekali memberikan senyuman kepadaku. Walau bukan hanya
kepadaku, tapi kepada semua orang disekitarnya. Saat kami duduk di Kereta,
Sonja mengajak berbicara orang orang di dalam gerbong yang saat itu kebanyakan penumpangnya
adalah anak anak dan orang tua. Dia tidak bisa diam, selalu bergerak kesana
kemari dan membicarakan suatu hal entah apapun itu topiknya dan darimana
berasal aku sama sekali tidak bisa menebaknya. Aku tidak mengerti apakah ini
yang disebut humble dan ramah, atau disebut cerewet, ataukah ada sebutan
lainya?
Jujur dia merupakan
tipe wanita atau bisa dibilang bocah yang paling aku benci dan biasanya selalu aku
hindari. Bagaimana bisa ada orang yang bersifat seperti itu, dan kenapa juga
aku mau melakukan perjalanan bersama gadis itu? Pertanyaan pertanyaan itu
selalu terbesit di dalam kepalaku…. Setelah sampai di stasiun tujuan, kami pun turun
dan kemudian melanjutkan perjalan dengan berjalan kaki… Saat itu aku masih
terus fokus dengan tujuanku tanpa benar benar mempedulikan Sonja. Dia berlarian
disekelilingku dan terus saja bergumam, dan sering kali dia melontarkan hal
negatif tentangku. Walau dalam hati aku begitu kesal, namun sejak awal
perjalanan aku tak pernah menunjukan expresi kesalku kepada Sonja, aku hanya
mengiyakan saja dan sesekali membalas seluruh ocehanya dengan senyuman. Aku
benar benar ingin segera mengakhiri perjalanan ini.
Perjalanan
yang kami tempuh dengan berjalan kaki cukup jauh. Dari stasiun yang berada di
pinggir kota, kami berjalan menuju sebuah desa yang hanya bisa diakses dengan
berjalan kaki. Bukan desa itu yang menjadi tujuan akhir kami, namun hanya
sebagai titik poin yang nanti akan membawa kita ke titik poin selanjutnya.
Jalanan menuju desa tersebut cukup terjal, dan hanya dikelilingi oleh
pepohonan, tanpa ada sebuah rumah rumah warga. aku melihat Sonja mulai terdiam,
aku tau dia mulai lelah berjalan, karena akupun merasakan hal yang sama. Namun
dia terlihat terus berusaha berjalan tanpa mengeluh, mungkin dia tidak bisa
mengeluh kepadaku karena semenjak tadi dia selalu menghinaku dan jadi merasa tidak
enak kepadaku, entah lahhh….
Akhirnya Aku
melihat sebuah rumah, bukan, tapi sebuah warung atau kedai yang berada di sisi
kanan jalan setapak yang kami lewati. Akupun mengajak Sonja untuk mampir
sejenak di kedai tersebut, dia menoleh kearahku dan menganggukkan kepalanya
tanpa berbicara sedikitpun, tapi dari matanya terlihat lebih bersinar dan
terlihat sangat senang, akhirnya dia bisa bersitirahat. Aku memesan beberapa
makanan ringan dan minuman manis untuk kita berdua. Sonja terlihat begitu
antusias dan langsung melahap semua hidangan yang datangan. Sambil memakan
semua pesanan kami dia melonjorkan kakinya dan mengerakanya keatas kebawah
seperti sedang peregangan kaki, kemudian menggerakan pingungnya menarik ke sisi
kiri dan kanan. Setelah itu mendadak Sonja berdiri dan kemudian mengangkat
kedua tanganya dan meregangkan semua badanya.. Sonja terlihat begitu natural
seperti anak anak yang kelelahan dan tanpa menutupi apapun dia beraksi
selayaknya seharunya.
Setelah
menghabiskan suguhan Sonja langsung berjalan menuju ibu pemilik kedai dan
mengajaknya berbicara. Ahhh dia kumat lagiii, begitulah pikirku. Mereka
akhirnya berbincang dan tertawa bersama cukup lama, entah apa yang mereka
bicarakan tapi mereka terlihat begitu bahagia. Aku pun melihat lagi senyum Sonja
yang tadi sempat menghilang saat di perjalanan. Sejam telah berlalu mau tidak
mau kita harus melanjutkan perjalanan. Aku pun berjalan ke arah Sonja dan ibu
kedai, menanyakan harga semua hidangan dan langsung membayarnya. Sonja terlihat
agak kurang puas dan seperti ingin terus berbincang dengan ibu itu. Tapi aku
memaksa Sonja untuk bergegas pergi. Kami pun langsung pergi dan Ibu kedai
mengantar kami berjalan hingga perbatasan desa yang ternyata sudah tidak jauh
lagi dari kedai tersebut. Setelah itu Ibu kedai pun kembali ke kedai, dan
seraya mengatakan untuk mampir lagi lain kali. Aku dan Sonja mengiyakan dan tak
lupa mengucapkan terima kasih, setelah itu kita langsung melanjutkan
perjalanan.
~ DI DESA ~
Tujuan
selanjutnya adalah sebuah terminal yang berada disisi lain dari desa. Kami pun
berjalan kearahnya, mengikuti petunjuk arahan jalan yang ada di sepanjang jalan
setapak. Kekuatan Sonja terlihat sudah Kembali, dia berjalan namun terlihat
seakan akan melompat, sambil melantunkan sebuah irama “ du du du da da da” yang
tidak aku mengerti. Sepertinya itu irama ciptaanya sendiri. Mungkin sekitar 20
menit kami berjalan akhirnya terlihat sebuah plank tulisan “Terminal Bus X”. Sonja sontak langsung berlari kearah
terminal tersebut. Disana dia terlihat begitu terkagum, karena ada banyak
sekali Bus berukuran besar yang berjejer dan bersinar berwarna warni. Sonja
mengatakan kalau lampu lampu itu seperti
sedang melantuntkan sebuah irama. Dalam hati aku berkata, mungkin akhirnya dia
mempunyai teman yang menyambut lantunan irama yang tadi dia dengungkan.
Aku langsung
berjalan loket tiket yang berapa tidak jauh dari pintu masuk terminal,
meninggalkan Sonja yang masih saja focus memperhatikan jejeran Bus dari pintu
masuk terminal. Hanya ada satu jadwal keberangkatan bus menuju titik yang kami
tuju, dan bus itu baru berangkat sekitar jam 5 sore, sekarang baru sekitar jam
3 pagi. Tidak ada pilihan lain, aku langsung membeli 2 Tiket untuk kami berdua.
Aku Kembali menuju Sonja yang masih berada di posisi yang sama dan tidak
bergeming sama sekali dari sana. Aku mengoncangkan bahunya perlahan, hingga dia
tersadar dan Kembali ke alam nyata dari alam khayalanya. Aku mengatakan bahwa
bus yang kita naiki akan berangkat jam 5 sore. Heee … begitu jawabnya, dia terlihat
menyalahkanku karena masih harus menunggu sekitar 2 jam untuk berangkat, Sonja
bilang “tau gitu tadi mending berdiam saja di Kedai lebih lama”. Dalam pikirku
sih aku mengatakan “Yahh siapa yang tau jadwal keberangkatan jam segitu, kalo
telat kan jadinya tambah sulit mending menunggu seperti ini”… Walau di
kenyataan aku hanya menggaruk kepala dan tersenyum saja di hadapan Sonja.
Sonja
sepertinya sudah bosan dengan pemandangan Bus, aku mengajak Sonja untuk
berkeliling di sekitaran Desa sambil menghabiskan waktu, Ada beberapa toko
pernak pernik didekat terminal. Sonja mampir dan membeli beberapa aksesoris. Kebanyakan
sih gantungan kunci, ada yang berbahan kayu, stainless, namun kebanyak yang dia
beli adalah aksesoris yang berbahan soft se[erti gantungan kunci boneka. Dia
memberikan satu aksesoris kepadaku, yaitu gantungan kunci boneka beruang
berwarna coklat. Entah boneka ini memiliki sebuah arti atau dia hanya
memilihnya secara acak, aku pun tidak tau. Aku hanya menerima dan tersenyum
sambil mengucapkan terima kasih. Akhirnya ransel yang dibawanya yang sudah cukup
besar bertambah besar lagi sehingga dia mulai terlihat kesulitan membawanya.
Akupun menawarkan untuk membawakan ranselnya. Entah kenapa diperjalanan ini aku
tidak membawa apa apa, namun kini aku harus membawa ransel bergaya feminism
dengan warna pink milik Sonja.
Kami lanjut
berjalan jalan, dan beberapa menit kemudian Aku mendengar suara Azan. Sonja pun
sepertinya demikian. Kami setuju untuk mampir ke masjid terdekat untuk
menunaikan Ibadah Solat Ashar. Setelah Solat berjamaah, Aku bertemu lagi dengan
Sonja di pelataran Masjid. Aku duduk di pinggir tangga masjid, bukan cuma aku,
tapi banyak orang juga yang duduk di samping pelataran masjid, sedangkat Sonja
bermain main bersama anak anak di halaman masjid. Mereka berlari larian dan
terlihat bersedang senang. Hingga akhirnya para anak2 itu dipanggil orang
tuanya dan pulang kerumah. Sonja terlihat bosan dan Sonja berjalan kearah
tembok pagar masjib tepat di depan pelataran tempat aku duduk, dia mulai berbicara
dengan orang2 yang duduk dipelataran di sampingku. Sonja benar benar orang yang
tidak bisa berdiam diri. Dia berbincang sambil memainkan Smartphone di
tanganya, hingga beberapa saat Sonja mengatakan “yahh baterainya low” dan
kemudian di saut dengan ibu yang berada disampingku, “udah main hp nya, ntar
kalo jatuh dan lupa malah bingung nyarinya dimana kalo hp nya mati”. Dia
menyimpan hp nya dikantong dan tetep berbincang dengan ibu dan orang2
disekitarnya.
Ternyata Ibu
dan rombongan tersebut juga sedang dalam perjalanan, dan juga mampir sejenak di
masjid ini untuk sholat dan beristirahat. Beberapa saat kemudian Ibu tersebut
harus pergi karena jadwal berangkat busnya sudah datang. Mereka pun mengucapkan
salam perpisahan dan “ da daa” Akun pun ikut menjahili Sonja, aku berdiri dan
mengucapkan “Da Da” kepada Sonja sambil melambaikan tangan. Sonja terlihat
kesal dan membuat expressi cemberut yang saat itu aku pikir dia sangatlah lucu.
Aku langsung menertawakanya, mungkin baru kali ini dia melihat aku tertawa
lepas sehingga mungkin dia merasa jadi tambah kjesal karena merasa
ditertawakan. Akupun tetap melanjutkan aktingku yang seakan akan meninggalkan
dia dan berjalan menuju gerbang masjid. Dia langsung berjalan menuju ke Arahku
menggenggam tanganku dan menyeretku kembali ke pelataran masjid dan memaksaku
untuk duduk sambil mengatakan “udah lahh jangan bercanda, aku takut ditinggal
sendiri..”
Sonja kemudian
duduk disampingku berdiam dan terlihat masih kesal, meraih ranselnya dan
menaruh hp didalam ranselnya tersebut. Sonja kemudian seperti ingin membalas
tindakanku tadi, dia kemudian semakin mendekatkan tubuhnya ke hadapanku,
kemudian dengan kedua tanganya dia menggelekitiku. Entah kenapa dia bisa sadar
kalau pingganggku adalah daerah sensitifku dan aku paling tidak tahan jika
pinggangku digelitiki. Dia terus menggelikitiku hingga aku menggeliat dan
terjatuh kelantai, karena sudah tak kuat menahan geli, aku langsung menangkap
dan menahan kedua tanganya, kemudian membalik badan hingga kali ini posisi
badanya berada dibawah tubuhku, kali ini dia sudah tak bisa bergerak lagi, aku
menatap kedua manatanya dengan tajam sambil menunjukkan expressi kesal. Wajahnya
tertunduk kebawah, kali ini aku menjadi sedikit agak kesal. Aku sebagai lelaki
yang sedikit lebih dewasa tapi diperlakukan seperti anak anak olehnya.
Dia masih
terdiam, aku pun memanggil namanya “ Sonja”, perlahan dia melihat kearah
wajahku, terlihat wajahnya memerah. Mungkin dia merasa bersalah. Aku
melanjutkan perkataanku “Sonja, Jujur ya, sifat kayak kamu adalah tipe yang
paling paling aku benci dan hindari”, aku berdiam sejenak sambil mengambil
nafas. Matanya terus memperhatikan mataku dan terlihat kedua bolah mata yang
bening tersebut mulai dipenuhi oleh cairan yang membasahi, air matanya mulai
terlihat merambat kepipinya. Sepertinya dia tersontak dengan apa yang baru saja
aku ucapkan. Akupun melanjutkan kata kataku “Tapi bukan berarti aku juga benci
dirimu, hanya sifatmu saja yang terlalu kekanak kanakan” aku berhenti lagi
sambil mengambil nafas hingga akhirnya melanjutkan kata kata ku “Aku nggak
marah kok, aku nggak akan meninggalkanmu disini, jadi udah nggak perlu nangis”
saat mengakhiri kata kataku aku mengusap air mata di pipinya yang terlihat
semakin deras. Tetesan air matanya bukannya berhenti namun malah bertambah semakin
deras, dia kemudian menyenderkan kepala di dadaku sambil memukul dadaku dengan
perlahan. Aku hanya bisa terdiam, aku merasa dia ingin menyembunyikan raut
wajah yang sedang menangis, jadi aku hanya berdiam diri saja seperti itu.
To Be Continued ......................
writer : @rinoard
writer : @rinoard
Bagikan
Sonja (Cerita Pendek)
4/
5
Oleh
Ard