Thursday, May 7, 2020

Sonja (Cerita Pendek)




~ PROLOG ~

Hari ini merupakan pertama kali aku bertemu dengan Sonja. Sonja merupakan kenalan dari kerabat jauh yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, walau aku tidak tau kelas berapa dia pastinya. Dia merupakan gadis yang ceria, selalu tertawa dan selalu membicarakan hal yang tidak begitu penting selayaknya gadis cerewet lain seumuranya dan bisa dibilang dia hampir tidak pernah membiarkan mulutnya tertutup. Hari ini dia membawa sebuah ransel yang terlihat cukup besar, aku tidak tau apa saja yang dibawanya, jika tebakanku benar, kemungkinan apa yang dibawanya bukanlah termasuk hal hal yang penting.
Sonja memiliki perawakan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan rata rata tinggi wanita di indonesia, mungkin sekitar 165-168 cm. Tubuhnya cukup langsing, walau memang belum berbentuk selayaknya seorang wanita dewasa. Aku melihatnya sih jauh lebih seperti badan seorang anak anak. Jari jarinya panjang dan lentik. Namun dia tetep memperhatikan kuku jarinya yang masih terlihat rapi, tidak seperti anak2 lain seumuranya yang memanjangkan kuku dan mewarnainya. Sonja memiliki rambut yang lurus dan cukup Panjang, mencapai setengah punggungnya dan hari ini dia mengikatnya dengan model ekor kuda. Dia tidak memiliki tatanan poni kedepan seperti kebanyakan anak2 SMA lainya, rambutnya terbelah tengah menjadi 2 bagian ke kiri dan ke kanan yang memang sepertinya ini merupakan bentuk jalur aslinya rambutnya, bahkan bangun tidur pun tanpa perlu menyisir rambut memang sudah begitu bentuknya. Yang artinya sepertinya dia tidak begitu memperhatikan bentuk rambutnya sendiri. Namun hal inilah yang membuat dia terlihat natural, sesuai dengan usianya dan aku pribadi suka melihat gaya rambut natural seperti itu.
Aku tidak tau bagaimana awalnya, kami memiliki sesuatu yang harus kami selesaikan bersama, itulah mengapa aku sekarang melakukan perjalanan bersamanya. Aku dan Sonja melakukan perjalanan dari tempat satu ke tempat lainya. Sepanjang perjalanan dia selalu bercerita bahwa dia melakukan perjalanan ini karena terpaksa dan sama sekali tidak ada keinginan melakukan perjalanan denganku. Walaupun begitu bukan berarti dia sepenuhnya cuek terhadapku, terkadang dia menceritakan tentang diri dan kehidupanya dengan sesekali memberikan senyuman kepadaku. Walau bukan hanya kepadaku, tapi kepada semua orang disekitarnya. Saat kami duduk di Kereta, Sonja mengajak berbicara orang orang di dalam gerbong yang saat itu kebanyakan penumpangnya adalah anak anak dan orang tua. Dia tidak bisa diam, selalu bergerak kesana kemari dan membicarakan suatu hal entah apapun itu topiknya dan darimana berasal aku sama sekali tidak bisa menebaknya. Aku tidak mengerti apakah ini yang disebut humble dan ramah, atau disebut cerewet, ataukah ada sebutan lainya?
Jujur dia merupakan tipe wanita atau bisa dibilang bocah yang paling aku benci dan biasanya selalu aku hindari. Bagaimana bisa ada orang yang bersifat seperti itu, dan kenapa juga aku mau melakukan perjalanan bersama gadis itu? Pertanyaan pertanyaan itu selalu terbesit di dalam kepalaku…. Setelah sampai di stasiun tujuan, kami pun turun dan kemudian melanjutkan perjalan dengan berjalan kaki… Saat itu aku masih terus fokus dengan tujuanku tanpa benar benar mempedulikan Sonja. Dia berlarian disekelilingku dan terus saja bergumam, dan sering kali dia melontarkan hal negatif tentangku. Walau dalam hati aku begitu kesal, namun sejak awal perjalanan aku tak pernah menunjukan expresi kesalku kepada Sonja, aku hanya mengiyakan saja dan sesekali membalas seluruh ocehanya dengan senyuman. Aku benar benar ingin segera mengakhiri perjalanan ini.
Perjalanan yang kami tempuh dengan berjalan kaki cukup jauh. Dari stasiun yang berada di pinggir kota, kami berjalan menuju sebuah desa yang hanya bisa diakses dengan berjalan kaki. Bukan desa itu yang menjadi tujuan akhir kami, namun hanya sebagai titik poin yang nanti akan membawa kita ke titik poin selanjutnya. Jalanan menuju desa tersebut cukup terjal, dan hanya dikelilingi oleh pepohonan, tanpa ada sebuah rumah rumah warga. aku melihat Sonja mulai terdiam, aku tau dia mulai lelah berjalan, karena akupun merasakan hal yang sama. Namun dia terlihat terus berusaha berjalan tanpa mengeluh, mungkin dia tidak bisa mengeluh kepadaku karena semenjak tadi dia selalu menghinaku dan jadi merasa tidak enak kepadaku, entah lahhh….
Akhirnya Aku melihat sebuah rumah, bukan, tapi sebuah warung atau kedai yang berada di sisi kanan jalan setapak yang kami lewati. Akupun mengajak Sonja untuk mampir sejenak di kedai tersebut, dia menoleh kearahku dan menganggukkan kepalanya tanpa berbicara sedikitpun, tapi dari matanya terlihat lebih bersinar dan terlihat sangat senang, akhirnya dia bisa bersitirahat. Aku memesan beberapa makanan ringan dan minuman manis untuk kita berdua. Sonja terlihat begitu antusias dan langsung melahap semua hidangan yang datangan. Sambil memakan semua pesanan kami dia melonjorkan kakinya dan mengerakanya keatas kebawah seperti sedang peregangan kaki, kemudian menggerakan pingungnya menarik ke sisi kiri dan kanan. Setelah itu mendadak Sonja berdiri dan kemudian mengangkat kedua tanganya dan meregangkan semua badanya.. Sonja terlihat begitu natural seperti anak anak yang kelelahan dan tanpa menutupi apapun dia beraksi selayaknya seharunya.
Setelah menghabiskan suguhan Sonja langsung berjalan menuju ibu pemilik kedai dan mengajaknya berbicara. Ahhh dia kumat lagiii, begitulah pikirku. Mereka akhirnya berbincang dan tertawa bersama cukup lama, entah apa yang mereka bicarakan tapi mereka terlihat begitu bahagia. Aku pun melihat lagi senyum Sonja yang tadi sempat menghilang saat di perjalanan. Sejam telah berlalu mau tidak mau kita harus melanjutkan perjalanan. Aku pun berjalan ke arah Sonja dan ibu kedai, menanyakan harga semua hidangan dan langsung membayarnya. Sonja terlihat agak kurang puas dan seperti ingin terus berbincang dengan ibu itu. Tapi aku memaksa Sonja untuk bergegas pergi. Kami pun langsung pergi dan Ibu kedai mengantar kami berjalan hingga perbatasan desa yang ternyata sudah tidak jauh lagi dari kedai tersebut. Setelah itu Ibu kedai pun kembali ke kedai, dan seraya mengatakan untuk mampir lagi lain kali. Aku dan Sonja mengiyakan dan tak lupa mengucapkan terima kasih, setelah itu kita langsung melanjutkan perjalanan.



~ DI DESA ~

Tujuan selanjutnya adalah sebuah terminal yang berada disisi lain dari desa. Kami pun berjalan kearahnya, mengikuti petunjuk arahan jalan yang ada di sepanjang jalan setapak. Kekuatan Sonja terlihat sudah Kembali, dia berjalan namun terlihat seakan akan melompat, sambil melantunkan sebuah irama “ du du du da da da” yang tidak aku mengerti. Sepertinya itu irama ciptaanya sendiri. Mungkin sekitar 20 menit kami berjalan akhirnya terlihat sebuah plank tulisan “Terminal Bus  X”. Sonja sontak langsung berlari kearah terminal tersebut. Disana dia terlihat begitu terkagum, karena ada banyak sekali Bus berukuran besar yang berjejer dan bersinar berwarna warni. Sonja mengatakan kalau lampu lampu itu  seperti sedang melantuntkan sebuah irama. Dalam hati aku berkata, mungkin akhirnya dia mempunyai teman yang menyambut lantunan irama yang tadi dia dengungkan.
Aku langsung berjalan loket tiket yang berapa tidak jauh dari pintu masuk terminal, meninggalkan Sonja yang masih saja focus memperhatikan jejeran Bus dari pintu masuk terminal. Hanya ada satu jadwal keberangkatan bus menuju titik yang kami tuju, dan bus itu baru berangkat sekitar jam 5 sore, sekarang baru sekitar jam 3 pagi. Tidak ada pilihan lain, aku langsung membeli 2 Tiket untuk kami berdua. Aku Kembali menuju Sonja yang masih berada di posisi yang sama dan tidak bergeming sama sekali dari sana. Aku mengoncangkan bahunya perlahan, hingga dia tersadar dan Kembali ke alam nyata dari alam khayalanya. Aku mengatakan bahwa bus yang kita naiki akan berangkat jam 5 sore. Heee … begitu jawabnya, dia terlihat menyalahkanku karena masih harus menunggu sekitar 2 jam untuk berangkat, Sonja bilang “tau gitu tadi mending berdiam saja di Kedai lebih lama”. Dalam pikirku sih aku mengatakan “Yahh siapa yang tau jadwal keberangkatan jam segitu, kalo telat kan jadinya tambah sulit mending menunggu seperti ini”… Walau di kenyataan aku hanya menggaruk kepala dan tersenyum saja di hadapan Sonja.
Sonja sepertinya sudah bosan dengan pemandangan Bus, aku mengajak Sonja untuk berkeliling di sekitaran Desa sambil menghabiskan waktu, Ada beberapa toko pernak pernik didekat terminal. Sonja mampir dan membeli beberapa aksesoris. Kebanyakan sih gantungan kunci, ada yang berbahan kayu, stainless, namun kebanyak yang dia beli adalah aksesoris yang berbahan soft se[erti gantungan kunci boneka. Dia memberikan satu aksesoris kepadaku, yaitu gantungan kunci boneka beruang berwarna coklat. Entah boneka ini memiliki sebuah arti atau dia hanya memilihnya secara acak, aku pun tidak tau. Aku hanya menerima dan tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Akhirnya ransel yang dibawanya yang sudah cukup besar bertambah besar lagi sehingga dia mulai terlihat kesulitan membawanya. Akupun menawarkan untuk membawakan ranselnya. Entah kenapa diperjalanan ini aku tidak membawa apa apa, namun kini aku harus membawa ransel bergaya feminism dengan warna pink milik Sonja.
Kami lanjut berjalan jalan, dan beberapa menit kemudian Aku mendengar suara Azan. Sonja pun sepertinya demikian. Kami setuju untuk mampir ke masjid terdekat untuk menunaikan Ibadah Solat Ashar. Setelah Solat berjamaah, Aku bertemu lagi dengan Sonja di pelataran Masjid. Aku duduk di pinggir tangga masjid, bukan cuma aku, tapi banyak orang juga yang duduk di samping pelataran masjid, sedangkat Sonja bermain main bersama anak anak di halaman masjid. Mereka berlari larian dan terlihat bersedang senang. Hingga akhirnya para anak2 itu dipanggil orang tuanya dan pulang kerumah. Sonja terlihat bosan dan Sonja berjalan kearah tembok pagar masjib tepat di depan pelataran tempat aku duduk, dia mulai berbicara dengan orang2 yang duduk dipelataran di sampingku. Sonja benar benar orang yang tidak bisa berdiam diri. Dia berbincang sambil memainkan Smartphone di tanganya, hingga beberapa saat Sonja mengatakan “yahh baterainya low” dan kemudian di saut dengan ibu yang berada disampingku, “udah main hp nya, ntar kalo jatuh dan lupa malah bingung nyarinya dimana kalo hp nya mati”. Dia menyimpan hp nya dikantong dan tetep berbincang dengan ibu dan orang2 disekitarnya.
Ternyata Ibu dan rombongan tersebut juga sedang dalam perjalanan, dan juga mampir sejenak di masjid ini untuk sholat dan beristirahat. Beberapa saat kemudian Ibu tersebut harus pergi karena jadwal berangkat busnya sudah datang. Mereka pun mengucapkan salam perpisahan dan “ da daa” Akun pun ikut menjahili Sonja, aku berdiri dan mengucapkan “Da Da” kepada Sonja sambil melambaikan tangan. Sonja terlihat kesal dan membuat expressi cemberut yang saat itu aku pikir dia sangatlah lucu. Aku langsung menertawakanya, mungkin baru kali ini dia melihat aku tertawa lepas sehingga mungkin dia merasa jadi tambah kjesal karena merasa ditertawakan. Akupun tetap melanjutkan aktingku yang seakan akan meninggalkan dia dan berjalan menuju gerbang masjid. Dia langsung berjalan menuju ke Arahku menggenggam tanganku dan menyeretku kembali ke pelataran masjid dan memaksaku untuk duduk sambil mengatakan “udah lahh jangan bercanda, aku takut ditinggal sendiri..”
Sonja kemudian duduk disampingku berdiam dan terlihat masih kesal, meraih ranselnya dan menaruh hp didalam ranselnya tersebut. Sonja kemudian seperti ingin membalas tindakanku tadi, dia kemudian semakin mendekatkan tubuhnya ke hadapanku, kemudian dengan kedua tanganya dia menggelekitiku. Entah kenapa dia bisa sadar kalau pingganggku adalah daerah sensitifku dan aku paling tidak tahan jika pinggangku digelitiki. Dia terus menggelikitiku hingga aku menggeliat dan terjatuh kelantai, karena sudah tak kuat menahan geli, aku langsung menangkap dan menahan kedua tanganya, kemudian membalik badan hingga kali ini posisi badanya berada dibawah tubuhku, kali ini dia sudah tak bisa bergerak lagi, aku menatap kedua manatanya dengan tajam sambil menunjukkan expressi kesal. Wajahnya tertunduk kebawah, kali ini aku menjadi sedikit agak kesal. Aku sebagai lelaki yang sedikit lebih dewasa tapi diperlakukan seperti anak anak olehnya.
Dia masih terdiam, aku pun memanggil namanya “ Sonja”, perlahan dia melihat kearah wajahku, terlihat wajahnya memerah. Mungkin dia merasa bersalah. Aku melanjutkan perkataanku “Sonja, Jujur ya, sifat kayak kamu adalah tipe yang paling paling aku benci dan hindari”, aku berdiam sejenak sambil mengambil nafas. Matanya terus memperhatikan mataku dan terlihat kedua bolah mata yang bening tersebut mulai dipenuhi oleh cairan yang membasahi, air matanya mulai terlihat merambat kepipinya. Sepertinya dia tersontak dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Akupun melanjutkan kata kataku “Tapi bukan berarti aku juga benci dirimu, hanya sifatmu saja yang terlalu kekanak kanakan” aku berhenti lagi sambil mengambil nafas hingga akhirnya melanjutkan kata kata ku “Aku nggak marah kok, aku nggak akan meninggalkanmu disini, jadi udah nggak perlu nangis” saat mengakhiri kata kataku aku mengusap air mata di pipinya yang terlihat semakin deras. Tetesan air matanya bukannya berhenti namun malah bertambah semakin deras, dia kemudian menyenderkan kepala di dadaku sambil memukul dadaku dengan perlahan. Aku hanya bisa terdiam, aku merasa dia ingin menyembunyikan raut wajah yang sedang menangis, jadi aku hanya berdiam diri saja seperti itu.


To Be Continued ......................

writer : @rinoard



Bagikan

Jangan lewatkan

Sonja (Cerita Pendek)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.