Tuesday, August 2, 2016

Dilema Kehidupan Minoritas


Merantau tidak selalu menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi seorang anak. Berpindah untuk mempertahankan roda kehidupan merupakan hal yang biasa bagi keluarga kami dulu. Dulu gue, bukanlah orang yang bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan baru. Ketika dalam lingkungan yang baru, gue selalu merasa berbeda, gue selalu merasakan bahwa orang2 selalu membicarakan gue dibelakang. Bali, adalah tempat dimana akhirnya keluarga gue menetap. Lama gue tinggal di bali hingga akhirnya gue berhasil beradaptasi dan memiliki banyak teman. Teman hanyalah seonggok teman dan akan berganti setiap saat. Walaupun begitu gue tetap berusaha beradaptasi. Hari hari berlangsung menyenangkan setiap harinya.
Suatu hari terjadi terorisme di Bali, telah terungkap bahwa pelaku terorisme berasal dari tempat dimana gue lahir. Kehidupan gue pun berubah. Walaupun tidak seutuhnya namun ada beberapa orang yang memandang gue berbeda. Bahkan menjuluki gue dengan sebutan yang cukup kasar, yang bahkan gue sendiri nggak paham apa arti dari julukan itu saat itu, yang pasti itu adalah hal negative. Bahkan yang paling nggak bisa gue lupakan adalah, Guru gue sendiri juga ada yang memanggil gue dengan sebutan itu. Gue nggak tau apa salah gue, saat itu gue hanyalah seonggok anak kecil yang tidak mengerti apa2, dan terkena imbas atas apa yang nggak gue lakuin, dan bahkan nggak gue mengerti.
Dengan sikap Introvert yang gue miliki, Dulu gue sempat memberontak, Dalam hati gue menggerutu, kenapa gue harus tinggal di tempat ini, kenapa gue tinggal ditempat yang sangat ramai, kenapa tempat ini begitu asing, kenapa gue mendapat perlakuan yang berbeda, dan kenapa gue harus menjadi bagian dari minoritas. Tapi semakin lama dan seiring berjalanya waktu, akhirnya gue mengerti, memang ini lah yang terbaik. Tempat ini telah memberi banyak kenangan, walau nggak semuanya menyenangkan. Tempat inilah tempat gue tumbuh, tempat inilah tempat gue mendapatkan banyak sahabat dari SD, SMP, hingga SMA.. Tempat ini yang membentuk pola pikir gue saat ini, tempat ini yang menuntun gue untuk menuntut Ilmu lebih tinggi di Kota Pendidikan,  Tinggal di Kota besar membuat gue ingin mendapatkan sesuatu yang lebih, lebih, dan lebih. Tempat ini yang memotivasi gue sehingga gue mempunyai cita-cita yang tinggi. Hingga saat ini, bahkan impian gue semakin tinggi. Manusia memang serakah, walaupun hal tersebut mustahil, bukan berarti hal tersebut tidak mungkin kan, bahkan jika kemungkinan tercapainya hanya 0.1% pun gue akan tetap mencoba. Semua itu karena tempat ini, seandainya gue masih tinggal di Desa, mungkin gue yang sekarang hanyalah berupa gumpalan debu yang memiliki pola pikir terbatas.
            Entah kenapa gue sekarang bangga bisa tinggal di Bali. Orang-orang bilang Indonesia sangat kaya karena memiliki beribu pulau, beribu kebudayaan, beribu sumber daya alam dan berjuta kaum Intelektual. Tapi menurut gue Indonesia lebih dari itu karena Indonesia memiliki bali, tempat dimana berbagai kaum dari penjuru Negeri berkumpul, tempat dimana berbagai Agama bersatu, dan tempat dimana sebuah impian bisa menjadi kenyataan.
            Hidup minoritas bukanlah suatu hal yang buruk, itu tergantung bagaimana cara kita menyikapinya, gue salah menyikapi di masa lalu, sehingga gue sempat merasa terpuruk. Namun jika kita berpikir positif, maka semuanya akan mampu dilewati dan membentuk jiwa yang lebih kuat pada diri kita. Apa yang ada dalam diri gue sekarang merupakan hasil dari apa yang udah gue lalui di Masa lalu. Hal yang sudah dilalui tidak akan bisa dirubah dan tidak mudah untuk dilupakan.Biarlah masa lalu yang buruk menjadi sebuah kenangan, menjadi sebuah pelajaran yang dapat kita ambil untuk dijadikan pijakan sehingga dapat merubah Negeri kita menjadi lebih baik kedepanya.



Thank you BALI

Bagikan

Jangan lewatkan

Dilema Kehidupan Minoritas
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.