Tadi pagi pas perjalanan ke pasar ketamu sama sama penjual jamu
keliling. bukan jamu gendong sih, tapi si penjual menggunakan sepeda ontel
dimana di sisi belakangnya terdapat rombong/ gerobak yang diisi ornamen botol2
berisi jamu.
Tiba tiba aja ada teringat nostalgia di masa lalu, inget banget
dulu waktu masih kecil setiap pagi ada pedagang jamu gendong yang jualan di
area rumah. Teriakanya khass banget. “Jamu Jamuuu”, teriakanya cukup enerjik,
sedikit melengking khas suara yang hanya bisa dikeluarkan oleh pita suara
wanita. Saat suara ini terdengar, spontan ibu2 di sekitaran rumah langsung
keluar, mengerumuni si penjual jamu itu, kemudian satu persatu mulai request
minumanya masing2, ada yg beras kencur, jamu pegel linu, dll, saya gk begitu
ingat nama nama jamunya, tapi yg masih saya inget itu, warnanya aneh2, ada yg
putih, kuning pekat, oren, bahkan ada yg item juga, pasti deh yg item itu pait
banget rasanya..
Dulu, aku bahkan sempet berfikir, gimana bisa orang mau membayar
hanya untuk mendapatkan seteguk atau dua teguk minuman yang bahkan rasanya
tidak enak.. gratispun saya sendiri tidak tertarik, tapi perlahan makin dewasa
saya pun mengerti, jamu kan juga bisa dikatakan obat, obat untuk menyembuhkan
maupun menjaga daya tahan tubuh agar lebih sehat. Waktu masih kecil pun saya
juga sering minum jamu, kalo gk salah sih namanya jamu buyung upik.
Di masa itu, Jamu bukan hanya menjual minuman saja, tapi disana
juga terjadi pertukaran informasi, gosip, dan berbagai berita terbaru yg mana
hal tersebut yang lebih memakan waktu ketimbang proses jualan jamunya itu
sendiri, ya cukup bisa dimaklumi sih, di masa itu kan belom ada sosmed jadi
sumber gosip sangatlah terbatas.
Tapi itu hanyalah masa lalu, dimana jamu masih ada di masa
jayanya, jamu gendong masih sangat mudah ditemui dimana dengan ciri khas nya
penjual yang seorang perempuan yang biasanya cenderung masih muda dan cantik,
bahkan di film2 pun digambarkan demikian, seperti yang sering muncul di film2
warkop.
Waktu berlalu begitu cepat, kepopuleran jamu sudah semakin
berkurang, penerus yg berjualan juga semakin berkurang, mulai banyak alternatif
konsumsi lain yang bertema organik/alami yang mulai banyak dipasaran. Kini
penjual jamu juga sudah tidak seperti dulu lagi.
Beberapa pedagang jamu yang sukses sudah mulai membuka kedai
masing2 dan telah berhenti keliling, tapi sebagian besar lainya mulai tergerus
oleh usia, sayangnya beberapa dari mereka yang belum memiliki kehidupan yang
cukup baik masih tetap berjual keliling dengan kondisi fisik yang sudah tua.
Penjual
jamu keliling yg dulu dikenal banyak orang sebagai perempuan mudah yang cantik
dengan senyum manis, kini lebih banyak dikenal oleh bocil2 kita sebagai nenek
tua yang kolot. Cara pandang orang telah berubah ini yang membuat saya menjadi
miris melihatnya, walau tentu saja tidak semua orang berpikir demikian.